Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 


JAKARTA | (07/8) Pengajuan  kasasi dan peninajuan kembali secara elektronik  mulai diberlakukan sejak 1 Mei 2024. Selama tiga bulan pertama diimplementasikan (Mei-Juli), MA telah menerima 3.086 perkara kasasi/PK elektronik.  Perkara tersebut berasal dari 466 pengadilan yakni 346 pengadilan negeri, 79 pengadilan agama, 17 pengadilan militer, dan 24 pengadilan tata usaha negara.

Hal tersebut disampaikan Panitera MA, Heru Pamono, dalam laporannya pada pembukaan kegiatan  monev implementasi kasasi/PK  oleh Ketua MA di Banyuwangi, pekan lalu (2/8).

Heru merinci 3.086 perkara kasasi dan peninjauan kembali elektronik yang diterima hingga akhir Juli 2024 tersebut sebagai berikut. Sebanyak 2835 perkara perdata/pidana yang  berasal dari  346 pengadilan negeri yang terdiri dari  1706 perkara pidana khusus,  694 perkara perdata umum, 295 perkara pidana umum, dan 130 perkara perdata khusus.  125 perkara perdata agama yang berasal dari 79 pengadilan agama/mahkamah syar’iyah. 72 perkara pidana militer yang berasal dari 17 Pengadilan Militer; dan 64 perkara sengketa TUN yang berasal dari 24 Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih lanjut dijelaskan Heru, dari 3086 perkara kasasi/peninjauan kembali elektronik  yang telah diterima oleh MA, sebanyak 390 perkara (12,31%) telah mendapatkan nomor perkara, dan 12 perkara  diantaranya telah diputus dan salinannya telah  dikirim ke pengadilan pengaju.

Berdasarkan data tersebut, Panitera MA, menilai  seluruh lingkungan peradilan telah mengajukan upaya hukum kasasi dan  PK secara elektronik dan dari sisi Mahkamah Agung, perkara tersebut telah diterima  oleh seluruh Kamar di Mahkamah Agung.

“ Dengan demikian,  Hal ini membuktikan, baik dari sisi pengadilan pengaju maupun dari sisi Mahkamah Agung, pengajuan kasasi dan peninjauan kembali secara elektronik berhasil dilaksanakan dengan baik.”, ucap  Heru Pramono.

Dalam implementasi kasasi/PK elektronik, Panitera MA mengakui masih dijumpai adanya kekurangan  baik dari sisi aplikasi (software), sumber daya manusia (brainware) maupun sarana/prasarana (hardware). Namun hal tersebut, sebagai hal yang wajar terjadi dalam tahap awal implementasi, dan kami jadikan peluang untuk terus-menerus melakukan penyempurnaan.

Penguatan QC

Salah satu tantangan dalam implementasi kasasi/PK Elektronik, kata Heru Pramono,  adalah masih lemahnya  Quality Control (QC) terhadap kelengkapan dan kesesuaian berkas elektronik. Hal ini tergambar dari data yang disajikan oleh SIAP-MA. Hingga akhir Juli, tercatat 1441 berkas perkara dinyatakan tidak lengkap dan dimintakan konfirmasi kelengkapan berkas ke pengadilan. Apabila dibandingkan dengan keseluruhan berkas yang diterima sebanyak  3086 perkara, jumlah berkas yang tidak lengkap ini mencapai 46, 69%.

“Memperhatikan data ini, kami mengingatkan sekaligus mohon perhatian dari Ketua dan Panitera Pengadilan agar meningkatkan QC terhadap berkas yang akan dikirim ke Mahkamah Agung. Sebagaimana SK Panitera Nomor 715 Tahun 2024, agar di setiap pengadilan dibentuk Tim Quality Control  Berkas Perkara Elektronik”, tegas Heru.

Diusulkan, Advokat  Wajib Miliki TTE

Panitera MA melontarkan gagasan berkaitan dengan pengamanan dokumen yang berasal dari para pihak, antara lain memori dan kontra memori.

“Bagaimana jika dibuat aturan  bahwa advokat yang beracara pada tingkat kasasi dan peninjauan kembali diwajibkan memiliki sertifikat tanda tangan elektronik. Hal tersebut juga diberlakukan kepada para Jaksa/Penuntut Umum”, ungkap  Heru Pramono ditujukan kepada pimpinan MA.

Menurut Heru Pramono,  maka  pengadilan tidak diberikan beban untuk melakukan alih media , karena dokumen yang diserahkan sudah dalam bentuk dokumen elektronik yang ditandatangani secara digital. Pengadilan pun akan terhindar dari aduan akibat kekeliruan pada saat alih media, karena dokumen elektronik memori/kontra memori telah mendapatkan pengamanan dan otentikasi oleh pembuatnya  sendiri. [an]