Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Sisi Lain Mahkamah Agung Victoria: Penyelesaian Tunggakan Perkara dan Penguatan Status Dokumen Elektronik Putusan

 

Melbourne | Kepaniteraan.mahkamahagung.go.id (11/10)

Pada Selasa, 10 Oktober 2012, delegasi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) yang didukung oleh Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) melakukan kunjungan untuk berdiskusi dengan dan mengobservasi persidangan di Mahkamah Agung (Supreme Court) negara bagian Victroria, Australia, yang berkedudukan di Melbourne. Delegasi MARI terdiri dari Prof. Takdir Rahmadi, Dr. Ridwan Mansyur, Asep Nursobah, Subur Minan Sibi, Bambang Hery Mulyono, Budi Prasetyo Muso, dan Lukas Prakoso. Hadir pula perwakilan Tim Asistensi Pembaruan Peradilan, Wiwiek Awiati dan Desita Sari, serta perwakilan AIPJ dan AusAID, Nicola Colbran, Binziad Kadafi dan Doddy Kusadrianto. Turut mendampingi dalam kunjungan tersebut, para pejabat Victoria District Registry dari Pengadilan Federal Australia, Sia Lagos, David Priddle, dan Andrea Jarrat.

Diskusi diawali dengan presentasi oleh Mark Predley, Judicial Registrar, dan David Tedhams, Deputy Registrar (Legal), dari Court of Appeal Mahkamah Agung Victoria. Keduanya secara bergantian menceritakan mengenai berbagai aspek dari pengadilan tempat mereka bekerja, sambil menjawab berbagai pertanyaan kritis yang diajukan oleh delegasi Indonesia.

Sekilas Mahkamah Agung Negara Bagian Victoria

Mahkamah Agung Victoria sebagai pengadilan banding (court of appeal) mulai beroperasi pada 1995. Yurisdiksi Mahkamah Agung Victoria adalah memeriksa dan memutus perkara banding pidana dan perdata yang berasal dari Trial Division Mahkamah Agung Victoria sendiri, dan dari County Court (semacam Pengadilan Tinggi). Selain itu Mahkamah Agung Victoria juga menerima perkara banding atas putusan dari Victoria Civil & Administrative Tribunal (VCAT).

Patut dicatat bahwa perkara-perkara pidana yang sangat serius seperti pengkhianatan terhadap negara (treason), pembunuhan (murder), dan pidana berat lainnya, serta perkara perdata yang melibatkan jumlah uang yang sangat besar, terlebih jika perkara-perkara tersebut mengandung persoalan hukum (question of law) yang rumit dan mendasar, dapat ditangani di tingkat pertama oleh Mahkamah Agung Victoria. Terdapat sebuah Divisi khusus di dalam Mahkamah Agung Victoria yang menangani perkara-perkara ini. Divisi tersebutlah yang dinamakan Trial Division, yang dipimpin oleh seorang Ketua (Chief Justice), beberapa hakim (trial judges dan associate judges) dan panitera. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Mahkamah Agung Victoria terdiri dari 2 bagian, yaitu Court of Appeal yang dipimpin oleh seorang President, dan Trial Division tersebut.

Struktur Mahkamah Agung Victoria terdiri dari 12 orang hakim, termasuk Chief Justice dan President dari Court of Appeal. Saat ini keseluruhan jumlah hakim hanya 10 orang, karena 2 orang baru saja memasuki masa pensiun. Umumnya para hakim Mahkamah Agung Victoria berasal dari advokat (barrister dan solicitor) ternama, akademisi di bidang hukum, atau para hakim dari pengadilan lain seperti County Court. Mereka dinominasikan oleh Jaksa Agung negara bagian (Attorney General) untuk diangkat oleh parlemen setelah mendengar masukan mengenai kemampuan dan integritas mereka, baik dari komunitas hukum maupun masyarakat luas. Para hakim ini dibantu oleh sekitar 22 orang staf Kepaniteraan.

Diskusi dan observasi yang dilakukan kali ini adalah mengenai Court of Appeal dari Mahkamah Agung Victoria. Hukum acara dan sistem administrasi peradilan Mahkamah Agung Victoria diatur melalui UU (Acts of Parliament), berbagai peraturan pengadilan (Court Rules), dan petunjuk/pedoman praktek (Practice Notes) yang dikeluarkan oleh pengadilan. Saat ini Mahkamah Agung Victoria menerima sekitar 600 perkara banding setiap tahunnya, yang terdiri dari 350 perkara pidana dan 250 perkara perdata. Sekilas memang tampak bahwa beban perkara tersebut sangat kecil. Namun patut diketahui bahwa di balik itu terdapat berlipat-lipat permohonan banding yang harus diperiksa oleh hakim tunggal di Mahkamah Agung Victoria, untuk menentukan apakah permohonan banding tersebut dapat dikabulkan  untuk menjadi perkara banding atau tidak (dikenal sebagai proses leave application). Hampir semua perkara banding pidana harus menempuh proses leave application, sementara di perkara perdata hanya sebagian kecil yang membutuhkan leave.

Seluruh perkara banding di Mahkamah Agung Victoria diperiksa dan diputus melalui sidang yang terbuka untuk umum. Di yurisdiksi pidana, hampir 45% perkara banding mempersoalkan mengenai pemidanaan (sentencing), 25% mempermasalahkan pernyataan bersalah (conviction), dan sekitar 25% menguji keduanya. Terdapat 5% perkara banding lainnya yang mempersoalkan hal-hal lain.

Jenis perkara pidana yang diajukan banding di Mahkamah Agung Victoria umumnya kejahatan seksual, lalu kejahatan terhadap harta benda, kejahatan narkotika, pembunuhan, dan penganiayaan. Mahkamah Agung Victoria belum lama mengadopsi sistem banding pidana yang baru sejak 2011, dan akan mengadopsi sistem banding perdata baru pada 2012/2013. Rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan perkara banding pidana, mulai dari pendaftaran hingga penyampaian putusan kepada para pihak adalah 11 bulan. Adapun perkara banding perdata umumnya diselesaikan dalam waktu 8,5 bulan.

Peran Substantif Staf Kepaniteraan dan Asisten Hakim dalam Penyelesaian Tunggakan Perkara

Sistem banding pidana yang baru sangat bergantung pada dokumen banding yang lebih detail yang diajukan oleh pemohon banding serta pada manajemen perkara yang lebih intensif yang dikerjakan oleh Kepaniteraan. Dalam sistem baru ini, Kepaniteraan diwajibkan untuk membuat ringkasan (summary) atas setiap perkara yang masuk, untuk kepentingan hakim maupun untuk kepentingan para pihak. Sebelum dikirimkan kepada hakim, ringkasan perkara tersebut akan dikirimkan terlebih dulu kepada para pihak untuk menanyakan apakah ringkasan yang dibuat sudah tepat. Para pihak diberi waktu 7 hari untuk menyampaikan masukannya. Hakim sangat terbantu dengan tersedianya ringkasan perkara ini.

Sistem banding pidana baru ini berhasil mengurangi tunggakan perkara banding pidana di Mahkamah Agung Victoria dari semula sekitar 600 perkara menjadi hanya 200 perkara. Tentu saja sistem ini membutuhkan investasi sumber daya manusia tersendiri di lingkungan Kepaniteraan. Setidaknya terdapat 9 orang staf (disebut legal officer) yang berlatarbelakang hukum yang harus direkrut untuk menjalankan tugas ini. Posisi tersebut, meski baru ada kurang dari setahun, diyakini akan menjadi posisi yang prestisius di Victoria mengingat peran pentingnya dan syarat keahliannya. Saat ini saja, sebagian legal officer di Mahkamah Agung Victoria berasal dari mereka yang pernah bekerja di Mahkamah Agung Amerika Serikat (US Supreme Court) dan mereka yang sebelumnya menjadi asisten hakim di Pengadilan Federal Australia (yang juga merupakan posisi prestisius).

Selain legal officer di Kepaniteraan, peran substantif asisten hakim di Mahkamah Agung Victoria juga sangat penting. Misalnya guna mendorong konsistensi putusan, setelah putusan didraf oleh hakim yang bersangkutan, para asisten akan diminta untuk membuat ringkasan atas putusan tersebut. Ringkasan draf putusan tersebut akan dikirimkan kepada President Court of Appeal untuk disirkulasikan kepada para hakim guna diketahui. Jika ada isu hukum spesifik yang harus didekati secara hati-hati karena implikasinya terhadap tatanan hukum, ringkasan draf putusan tersebut akan dikirimkan kepada sekelompok hakim yang memiliki keahlian dan pengalaman yang relevan, untuk mendapat tambahan pertimbangan dan masukan, sebeum resmi diputus.

Untuk mendapat gambaran yang utuh, delegasi Indonesia berkesempatan untuk mengobservasi secara langsung jalannya persidangan atas perkara pidana dan perdata di Mahkamah Agung Victoria. Sidang perkara pidana yang diobservasi sebagian delegasi, dipimpin langsung oleh Chief Justice Marilyn Warren dengan 2 anggota majelisnya yang merupakan hakim senior. Salah satu perdebatan yang menarik yang terjadi antara seorang anggota majelis hakim dengan pembela (barrister) adalah mengenai konsistensi putusan. Keduanya saling mengajukan argumen yang merujuk pada berbagai putusan pengadilan sebelumnya mengenai perkara sejenis. Dalam perdebatan ini, peran substantif asisten hakim kembali mengemuka. Merekalah yang harus memilah dan menyediakan informasi putusan terdahulu yang relevan kepada para hakim, melalui komputer yang terkoneksi dengan intranet Mahkamah Agung dan dengan komputer di meja para hakim.

Percepatan Penyampaian Putusan kepada Para Pihak dan Hakim yang Putusannya Dibanding secara Elektronik

Teknologi informasi juga sudah menjadi bagian integral dari tata kerja Mahkamah Agung Victoria di mana dokumen perkara dapat diunggah secara elektronik secara kronologis untuk mengurangi ketergantungan pada dokumen manual. Dokumen perkara juga dapat diterima melalui email untuk kemudian bisa diunggah ke dalam sebuat sistem yang di Mahkamah Agung Victoria dinamakan CourtView.

Sebagai manfaat langsung dari penerapan teknologi informasi, putusan Mahkamah Agung Victoria bisa dikirimkan kepada para pihak langsung melalui email selain diunggah di website. Putusan elektronik tersebut akan memuat scan tandatangan hakim dan menggunakan lambang (seal) Mahkamah Agung Victoria. Umumnya dokumen elektronik putusan tersebut sudah dianggap memadai oleh para pihak. Meski para pihak sebenarnya bisa tetap datang ke Mahkamah Agung Victoria untuk mendapatkan salinan manual putusan, namun hal itu jarang sekali dilakukan. Hanya terpidana yang tengah menjalani penahanan dan karenanya tidak memiliki akses internet, yang dirasa perlu dikirimi versi manual dari putusan.

Sebenarnya ketergantungan terhadap dokumen manual belum lama ditinggalkan di Victoria. Kecukupan (sufficiency) dan legalitas dokumen elektronik kadang masih dipertanyakan. Namun keberhasilan membangun kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada Mahkamah Agung Victoria termasuk tata kelolanya, menjadikan transisi dari penggunaan dokumen manual ke dokumen elektronik tersebut bisa berjalan lebih mulus. Masyarakat dan para pemangku kepentingan percaya bahwa setiap dokumen yang dikeluarkan Mahkamah Agung Victoria adalah dokumen sah dan memiliki kekuatan hukum. Apalagi masyarakat diajak memahami bahwa pendekatan ini jelas menghasilkan efisiensi dalam sistem administrasi peradilan yang terbukti memangkas waktu dan jalur birokrasi bagi para pihak untuk mendapatkan putusannya. Sesuatu yang sangat penting bagi pemenuhan prinsip peradilan yang cepat bagi pencari keadilan.

Selain kepada para pihak, putusan banding juga dikirimkan melalui email kepada hakim yang putusannya diperiksa di tingkat banding, baik yang dikuatkan maupun dibatalkan. Tujuan hal ini dilakukan adalah selain bentuk penghormatan pada hakim yang bersangkutan, juga untuk menghidupkan diskursus mengenai putusan di internal peradilan, di mana hakim yang putusannya dibanding bisa membandingkan dan memetik pelajaran dari bagaimana hakim yang lebih tinggi membuat pertimbangan atas perkara yang sama. Kualitas dan konsistensi putusan di Victoria juga disumbangkan oleh praktek yang baik ini. (Binziad Kadafi)